Minggu, 15 Juni 2014

karya ilmiah

Pengaruh Bakteri terhadap Profil Darah
Ikan Nila (Oreochromis niloticus) dan Ikan Gurame (Osprhronemus gouramy) serta Pengaruh Pemberian Pakan terhadap Profil Darah Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus)

Effect of the Bacteria on Osprhronemus gouramy and Oreochromis niloticus Bloods Profile and Effect of Feeding on Clarias gariepinus
Bloods Profile

Dede Kiki Baehaqi *), Gita Dwi Ramadhina, Ine Sri Rahayu, M. Bagus Satria, M. Fauzan Putra
Jurusan Perikanan dan Kelautan, Universitas Jenderal Soedirman, srirahayuine@gmail.com


I.                  Pendahuluan
1.1       Latar Belakang
Ikan nila, gurame dan lele merupakan jenis ikan air tawar yang potensial untuk dibudidayakan secara intensif karena ikan tersebut mudah dalam pembudidayaannya, memiliki nilai ekonomis yang tinggi serta mempunyai kemampuan adaptasi yang baik di berbagai jenis perairan. Dalam usaha pembudidayaan ikan air tawar, pakan merupakan faktor yang sangat penting dalam upaya untuk meningkatkan produktivitas ikan. Namun ada teknik yang harus diperhatikan dalam pemberian pakan yang efektif. Salah satunya dengan cara pemuasaan pakan.
Budidaya sistem intensif akan meningkatkan pendapatan pembudidaya, tetapi tanpa disadari bahwa hal tersebut mempercepat penyebaran penyakit. Penyakit yang timbul dalam proses budidaya disebabkan karena interaksi antara ikan, lingkungan dan parasit (bakteri) tidak berada dalam keseimbangan. Salah satu indikator untuk mengetahui keadaan kesehatan ikan terinfeksi suatu penyakit (terutama bakteri) atau tidak adalah melalui profil darah ikan tersebut. Ikan yang terinfeksi tersebut akan mengalami perubahan pada konsentrasi hemoglobin, jumlah leukosit, eritrosit dan komponen darah lainnya.
Profil darah ikan air tawar dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya pemberian pakan, suhu, dan infeksi bakteri. Pemberian pakan yang cukup baik dapat membuat nilai hematokrit, haemoglobin, dan eritrosit menjadi normal, apabila ikan terkena penyakit atau nafsu makannya menurun maka nilai hematokrit darahnya tidak normal, jika nilai hematokrit rendah maka jumlah eritrosit menjadi rendah. Selain itu suhu juga dapat mempengaruhi profil darah ikan air tawar, efek kenaikan suhu air pada 34 selama 2 jam dapat menyebabkan stres pada ikan. Stres akibat peningkatan suhu air berdampak terhadap performance dan kesehatan ikan berupa gangguan fungsi sel-sel darah.
1.2     Tujuan
            Karya ilmiah ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dari aktivitas bakteri dan suhu terhadap profil darah ikan nila dan gurame serta pengaruh pemberian pakan terhadap ikan lele dumbo.
I.                  Hasil dan Pembahasan
2.1.      Ikan Lele Dumbo       
 Hasil dari profil darah ikan lele yang diberi perlakuan pemuasaan pakan menunjukkan hasil yang masih dibawah kadar ikan lele sehat. Hal ini ditandai dari rendahnya nilai hematokrit, haemoglobin dan eritrosit ikan lele yang diberi perlakuan dibandingkan dengan ikan lele yang sehat. Hal ini menguatkan bahwa ikan lele yang diberi perlakuan nafsu makannya menurun atau ikan menderita anemia.
Hasil dari pengamatan leukosit ada yang berada dalam kisaran nilai normal dan ada juga yang tidak dalam kisaran normal. Hal ini diduga karena ada beberapa faktor seperti kondisi lingkungan, stress ataupun penyakit sehingga nilai leukosit tidaklah normal. Berdasarkan data dari konsumsi pakan, ikan yang digunakan merupakan ikan yang sehat. Namun, jika dilihat dari data hematologis pada ikan yang diberi makan setiap hari, nilai leukositnya menunjukkan berada dibawah kadar normal. Diduga ikan yang diberi makan setiap hari tersebut adalah ikan yang sakit.
2.2.      Ikan Gurame
Hasil dari pengamatan menunjukkan bahwa rerata nilai eritrosit (2,47x106sel/mm3±0,12), leukosit (81,52x103 sel/mm3±12,07), hemoglobin (12,9 gr/dl±1,1), hematokrit (35,3% ±5,0) ikan gurami yang sehat lebih tinggi dari pada eritrosit (1,62x106 sel/mm3±0,16), leukosit(46,95x103sel/mm3±2,71), hemoglobin (8,45gr/dl±1,5), hematokrit (21,1%±2,9) ikan gurami yang terserang penyakit bakteri. Untuk rerata nilai glukosa darah (161,5 mg/dl±22,6), SGOT (33,5± 17,9) dan SGPT (7,5±3,1) ikan gurami yang terserang bakteri lebih tinggi dari pada nilai glukosa darah (62,5 mg/dl±10,0), SGOT (30,5± 11,2) dan SGPT (6,75±6,2) ikan gurami yang sehat.
Berdasarkan nilai rerata profil darah yang telah di ukur, ikan gurami yang sehat memiliki nilai eritrosit, leukosit, hemoglobin dan hematokrit lebih tinggi dari pada ikan gurami yang sakit. Sedangkan untuk glukosa, SGOT dan SGPT di dapatkan hasil yang lebih tinggi untuk ikan yang terserang bakteri dari pada ikan yang sakit.
Hasil pengamatan eritrosit (sel darah merah) ikan gurami (O. gouramy) setelah di ambil nilai rerata untuk ikan sehat sekitar 2,58x106 sel/mm3 dan untuk ikan sakit sekitar 1,64x106 sel/mm3. Berdasarkan data yang di dapat, nilai tersebut masih merupakan nilai kisaran normal untuk ikan. Namun terdapat perbedaan untuk jumlah eritrosit ikan gurami sehat dan ikan gurami yang sakit. Hal ini di duga adanya perbedaan daya tahan tubuh antara ikan yang sehat dan sakit ikan yang sakit, sehingga jumlah eritrosit yang terdapat pada ikan yang sakit terutama terserang bakteri lebih rendah dari pada ikan gurami yang sehat. Hal ini di duga karena terjadinya lisis pada sel darah merah.
Berdasarkan hasil penelitian, dapat di simpulkan bahwa jumlah leukosit ikan gurami pada kondisi sehat dan sakit masih dalam kisaran normal (81,52x103 sel/mm3 - 46,95x103 sel/mm3. Namun jumlah leukosit pada ikan gurami sakit lebih rendah dari pada jumlah leukosit ikan gurami sehat.
Hasil pengamatan haemoglobin (Hb) pada ikan gurami sehat yang telah di hitung nilai rataanya adalah sebesar 12,9 gr/dl sedangkan untuk ikan gurami yang terserang penyakit bakteri adalah sekitar 8,45 gr/dl. Berdasarkan nilai yang di dapat, nilai untuk kedua perlakuan (12,9 gr/dl dan 8,45 gr/dl) masih merupakan nilai kisaran normal. Namun terdapat perbedaan nilai antara ikan gurami sehat dan ikan gurami yang terserang bakteri, yaitu rendahnya nilai Hb pada ikan gurami yang terkena bakteri. Menurunnya nilai hemoglobin dalam darah berkaitan dengan rendahnya nilai eritrosit yang di duga karena ikan mengalami lisis di dalam darah. Lisis di sebabkan oleh pecahnya sel darah merah karena adanya toksin bakteri di dalam darah yang di sebut haemolisin. Toksin ini akan melisiskan hemoglobin dan melepaskan hemoglobin. Kadar hemoglobin yang rendah dapat menjadi salah satu indikasi pada ikan atas terjadinya infeksi dalam hal ini adalah bakteri.
Hasil pengukuran hematokrit ikan gurami sakit memiliki nilai yang rendah (dibawah 22%) hal ini di duga karena ikan berada dalam keadaan sakit. Hasil nilai rataan untuk glukosa darah ikan gurami sehat sebesar 62,5 mg/dl dan untuk ikan gurami yang sakit sebesar 161,5 mg/dl.
 Hasil pengamatan untuk ikan gurami yang sakit memperlihatkan nilai glukosa darah yang tinggi. Hal ini di duga karena infeksi bakteri yang mengeluarkan toksin sehingga yang menyebabkan inang setress sehingga menaikkan kadar glukosa darah dalam darah.
Hasil pengukuran SGOT ikan gurami sehat adalah 30,5 dan ikan gurami yang terserang bakteri adalah 33,5. Sedangkan jumlah SGPT ikan gurami yang sehat adalah 6,75 dan ikan gurami yang sakit adalah 4. Kisaran normal untuk SGOT adalah 6-30 sedangkan untuk SGPT 6-32.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ikan gurami yang di duga terserang bakteri memiliki nilai SGOT dan SGPT tidak pada nilai normal. Kadar ALT/SGPT seringkali dibandingkan dengan AST/SGOT untuk tujuan diagnostik. SGOT/SGPT merupakan salah satu parameter tentang kinerja hati pada ikan.
2.3.      Ikan Nila
Pada eritrosit, hasil tertinggi terdapat pada perlakuan C  dengan  nilai  1,78±0,07  x  106 sel/mm2 pada hari ke 7. Penurunan ini berkisar antara 13 22%, dengan penurunan tertinggi pada perlakuan 109. Hasil di atas menunjukkan bahwa terjadi penurunan eritrosit masing- masing  perlakuan  terlihat  pada  hari  ke14. Hal ini menunjukkan bahwa adanya infeksi oleh bakteri yang dapat mengakibatkan anemia pada tubuh ikan. Eritrosit dapat menggambarkan kondisi tubuh ikan tersebut, karena dapat menunjukkan pertahanan tubuh ikan terhadap bakteri patogen
Untuk leukosit, hasil yang didapatkan dari perhitungan leukosit menunjukkan bahwa jumlah sel leukosit terjadi penurunan pada semua perlakuan pada hari ke 14. Hasil tertinggi terlihat pada perlakuan C sebesar 120,57±4,82 x 103 sel/mm3. Rata-rata pada setiap perlakuan mengalami penurunan berkisar antara 0,04 18,41%, penurunan tertinggi pada perlakuan 109. Hal ini terjadi karena terjadinya penurunan daya tahan tubuh ikan terhadap serangan bakteri S.agalactiae. Rata-rata leukosit terlihat rendah, tetapi pada beberapa ulangan terlihat meningkat pada ikan yang diinfeksi menggunakan bakteri  dengan  kepadatan yang lebih tinggi. Hal ini dikarenakan ikan yang diinfeksi akan mempertahankan tubuhnya dengan meningkatkan antibodi yang dihasilkan oleh leukosit.
Hasil kadar hemoglobin menunjukkan nilai tertinggi sebesar 7,70±0,36 g/dL. Hasil kadar hemoglobin yang didapatkan terlihat adanya penurunan pada semua perlakuan dengan kisaran penurunan berkisar antara 7,80 16,88% dengan penurunan tertinggi terdapat pada perlakuan 109 dan terendah pada perlakuan 107.
Kadar Hb berkaitan dengan keseimbangan osmolaritas plasma darah. Adanya S. agalactiae yang diduga mengandung toksin hemolisin mempengaruhi kesetabilan Hb. Hemolisin ini menyebabkan osmolaritas plasma darah lebih rendah sehingga menyebabkan eritrosit lisis, hal inilah yang diduga sebagai faktor virulensi pada S. agalactiae.
Hematokrit merupakan persentase volume eritrosit dalam darah ikan. Hasil pemeriksaan terhadap hematokrit dapat dijadikan sebagai salah satu patokan untuk menentukan keadaan kesehatan ikan, nilai hematokrit kurang dari 22% menunjukkan terjadinya anemia. Perubahan kondisi lingkungan   atau   pencemaran   lingkungan akan menyebabkan nilai hematokrit mengalami penurunan akibat respon stress pada ikan (Nabib dan Pasaribu, 1989). Hasil hematokrit yang didapatkan pada hari ke 7 dan 14 terlihat adanya penurunan. Penurunan  antara  11,27   17,71%, penurunan tertinggi terlihat pada perlakuan 109 dan terendah pada perlakuan 107. Hal ini dipengaruhi oleh adanya infeksi bakteri S. agalactiae. Hal ini dipengaruhi oleh adanya infeksi bakteri S. agalactiae.
Hasil  trombosit  yang  didapatkan  dari hasil penelitian menunjukkan hasil bahwa terjadi kenaikan pada hari ke 14. Hasil yang didapatkan dari  penelitian  menunjukkan hasil bahwa terjadi kenaikan pada hari ke 14. Trombosit perlakuan 109 mengalami kenaikan tertinggi hingga lebih dari 100% dan terendah pada perlakuan 107 mengalami kenaikan sebesar 27,84%.
Menurut Evans et al. (2004), biasanya stres pada ikan diakibatkan perubahan lingkungan akibat beberapa hal atau  perlakuan  misalnya  akibat pengangkutan atau transportasi, maka kadar glukosa darah akan meningkat, sedangkan kelenjar thyroid distimulasi dan pengeluaran thyroxinnya bertambah, dalam darah terjadi lymphocitemia dan neurophilia. Kemudian sistem syaraf simpatik bereaksi secara berlebihan, yang menyebabkan kontraksi limpa, meningkatkan pernafasan dan kenaikan  tekanan  darah.  Peningkatan glukosa terjadi karena adanya infeksi bakteri/toksin  pada  bagian  otak (hipotalamus)    yang    mengganggu    kerja syaraf sympathetic yang berhubungan dengan ginjal depan (cromaffin cell) untuk membentuk catecholamines. Catecholamins ini salah satunya menyebabkan glukosa plasma meningkat.
Hasil perhitungan kelulushidupan menunjukkan terendah pada perlakuan A yaitu sebesar 80,95% ± 0,11 dan presentase yang sama pada perlakuan B dan C sebesar 89,78% ± 0,12. Hasil yang mempengaruhi kelulushidupan  ikan  tersebut  adalah  salah satunya  tingkat  kekebalan  masing-masing ikan  yang  berbeda.  Ikan  yang  memiliki kekebalan tubuh lebih baik akan dapat bertahan hidup dari serangan infeksi bakteri, sedangkan ikan yang memiliki daya tahan tubuh yang rendah, maka ikan tersebut akan menjadi lemah dan kalah oleh infeksi bakteri tersebut. Faktor lain yang mempengaruhi kelulushidupan ikan tersebut yang lingkungan tempat hidupnya.
Data pengamatan menunjukkan bahwa Perlakuan I nila kunti diinjeksi S. agalactiae dengan kepadatan 105, perlakuan II dengan kepadatan 107, perlakuan III dengan kepadatan 109). Dan hasil penelitian menunjukkan bahwa nila kunti yang diinjeksi S. agalactiae dengan kepadatan yang berbeda memberikan pengaruh nyata terhadap konsentrasi hematokrit hari ke-14, dan berpengaruh tidak nyata terhadap variable lainnya (eritrosit, leukosit, haemoglobin, trombosit dan glukosa darah) dan kelulushidupan.
Pengamatan konsentrasi eritrosit tertinggi pada perlakuan II sebesar 1,933±0,162 x106 sel/mm3, Eritrosit paling banyak pada pengamatan hari ke-7 dan ke-14 ditemukan pada nila yang disuntik S. agalactiae dengan kepadatan 107. Hasil yang didapatkan adalah 1,840±1,933x106 sel/mm3. Jumlah eritrosit ini masih termasuk dalam kisaran normal. Pengamatan eritrosit hari ke-7, jumlahnya masih dalam kondisi normal. Pengamatan eritrosit hari ke-14 didapatkan jumlah eritrosit terendah pada nila yang diinfeksi dengan kepadatan 109 yaitu 1,36±0,061x106/mm3. Jumlah tersebut masih dalam kisaran normal, sehingga dapat disimpulkan bahwa S. agalactiae tidak memberikan pengaruh terhadap jumlah eritrosit pada nila.
Konsentrasi leukosit tertinggi terdapat pada perlakuan II sebesar 122,267±3,265 x103 sel/mm3, Leukosit dapat digunakan sebagai penanda adanya infeksi dalam tubuh. Tubuh akan memproduksi lebih banyak leukosit ketika ada benda asing yang masuk kedalam tubuh. Pengamatan jumlah leukosit pada nila yang diinfeksi S. agalactiae dengan kepadatan 105 mengalami kenaikan dari 110,933±4,452 x 103 sel/mm3 menjadi 116,467±11,028 x 103 sel/mm3. Kenaikan jumlah sel leukosit diduga karena adanya kenaikan pertahanan seluler akibat infeksi bakteri. Pengamatan leukosit pada nila yang diinjeksi bakteri S. agalactiae dengan kepadatan 107 menurun dari hari ke-7 sampai hari ke-14 dan 109 juga mengalami penurunan dari pengamatan hari ke-7 sampai hari ke-14. Pengamatan leukosit nila kunti yang diinjeksi dengan kepadatan bakteri 107 didapatkan hasil 122,267±3,265 pada hari ke-7 menjadi
118,967±24,011 x103 sel/mm3 pada hari ke-14. Jumlah leukosit pada nila yang diinjeksi S.
agalactiae dengan kepadatan 109 adalah 114,2±5,180 x103 sel/mm3 dan turun menjadi
105,833±8,731 x103 sel/mm3. Hal tersebut diduga bahwa kekebalan tubuhnya digantikan oleh antibodi. Bakteri S. agalactiae tidak memberikan pengaruh nyata terhadap perkembangan jumlah leukosit terhadap ikan nila kunti. Peningkatan leukosit dikarenakan ikan responsife terhadap ancaman bakteri sehingga ikan menjadi sehat.
Konsentrasi haemoglobin tertinggi pada perlakuan II sebesar 9,333±0,404 gr/dL,
Hemoglobin (Hb) darah berkaitan erat dengan eritrosit. Semakin sedikit kadar Hb maka ikan tersebut diduga mengalami anemia. Pengamatan konsentrasi Hb pada nila kunti yang diinjeksi dengan bakteri S. Agalactiae mengalami penurunan pada semua perlakuan. Konsentrasi Hb nila kunti masih dalam kisaran normal. Penurunan Hb ini diduga karena eritrosit juga mengalami penurunan. Semua pengukuran didapatkan hasil jumlah hemoglobin masih dalam kisaran normal, sehingga ikan masih dalam kondisi sehat karena suplai oksigen keseluruh tubuh berjalan dengan normal.
            Konsentrasi hematokrit tertinggi pada perlakuan II sebesar 30,933±1,168%, Hasil pengamatan hematokrit hari ke-7 dan ke-14 menghasilkan bahwa nila yang diinfeksi dengan S. agalactiae dengan konsentrasi 105, 107 dan 109 memiliki kadar hematokrit kurang dari nila yang normal. Nilai hematokrit yang rendah diduga karena ikan mengalami anemia. Anemia disebabkan karena jumlah eritrosit menurun.  hematokrit pada ikan nila berkisar antara 27,3–37,8%. Kadar hematokrit dapat digunakan untuk mengetahui dampak injeksi S. agalactiae, sehingga dapat dijadikan petunjuk kesehatan ikan pasca injeksi.  penurunan eritrosit ini karena ginjal sebagai organ yang memproduksi eritrosit mengalami gangguan. Kerusakan ginjal diduga disebabkan oleh bakteri S. Agalactiae.
 Konsentrasi trombosit tertinggi terdapat pada perlakuan I sebesar 30,333±14,742x103/μL, Trombosit berperan penting dalam proses pembekuan darah Pengamatan jumlah trombosit nila yang diinfeksi S. Agalactiae memberikan hasil yang tidak berbeda nyata. Trombosit paling rendah didapatkan pada nila yang diinfeksi dengan kepadatan bakteri 107 pada hari ke-7. Jumlahnya 14±2,646x103/μL dan jumlahnya meningkat saat dilakukan pengamatan hari ke-14 yaitu 17,333±8,083x103/μL. Jumlah trombosit pada setiap perlakuan meningkat saat diamati jumlahnya pada hari ke-14. Meningkatnya jumlah trombosit ini menandakan bahwa ikan dalam proses penyembuhan luka.
Konsentrasi glukosa darah tertinggi terdapat pada perlakuan I sebesar 73,933±47,446 mg/dL. Glukosa darah yang tinggi dapat diakibatkan karena konsumsi pakan tinggi. Glukosa darah tertnggi terdapat pada nila kunti yang diinjeksi dengan kepadatan S. agalactiae 105, dan konsumsi pakan tertinggi juga terdapat pada nila kunti yang diinjeksi dengan kepadatan S. agalactiae 105. Pengamatan penelitian hari ke-7 menunjukkan bahwa nila dengan kadar glukosa terendah ditemukan pada nila yang diinfeksi dengan kepadatan bakteri 109. Konsumsi pakan terendah terdapat pada nila yang diinjeksi dengan kepadatan S. agalactiae 109. Pengamatan glukosa darah hari ke-14 menunjukkan bahwa nila yang diinfeksi dengan bakteri 107 memiliki kadar glukosa terendah.
            Leukosit tertinggi pada hari ke-7 adalah neutrofil pada kepadatan bakteri 109 sebesar 58,455%, sedangkan hari ke-14 jenis leukosit tertinggi adalah neutrofil pada kepadatan 107 sebesar 81,769%. Pengamatan neutrofil mengalami peningkatan jumlah pada ikan yang diinfeksi S. agalactiae dengan kepadatan 105 dan 107, sedangkan pada nila yang diinfeksi bakteri dengan kepadatan 109 mengalami penurunan jumlah. Neutrofil terbanyak pada pengamatan hari ke-7 pasca penginfeksian terdapat pada nila yang diinjkesi S. agalactiae dengan kepadatan 109. Pengamatan hari ke-14 nila yang diinjeksi 107 memiliki nilai neutrofil paling tinggi. Hal tersebut menandakan bahwa semakin banyak yang melawan penyakit.
Kelulushidupan tertinggi terdapat pada perlakuan II yaitu sebesar 94,443±9,624%.
Kelulushidupan tertinggi hari ke-14 didapatkan pada nila yang diinfeksi dengan kepadatan 107 yaitu mencapai 94,443%. Kelulushidupan pada semua perlakuan hingga hari ke-14 masih tinggi yaitu diatas 80%, hal ini karena pengamatan pada profil darah masih dalam kisaran normal. Eritrosit yang mengandung haemoglobin masih dalam keadaan normal sehingga oksigen dapat dialirkan kesemua tubuh dengan normal. Leukosit meningkat karena resposif terhadap ancaman S. agalactiae sehingga ikan dalam kondisi sehat. Trombosit mengalami
peningkatan sehingga cairan tubuh yang keluar dapat diminimalisir, dan ikan menjadi sehat.
            Peningkatan suhu air tidak berpengaruh terhadap kadar hemoglobin ikan nila. Walaupun secara statistik suhu tida berpengaruh, namun rata-rata kadar hemoglobin pada air dengan suhu  dan air dengan suhu 35 lebih tinggi dari air dengan suhu 29
Dan rata-rata kadar kadar hemoglobin pada air dengan suhu 35 lebih tinggi dari air dengan suhu . Semakin tinggi suhu dalam air semakin meningkat rat-rata kadar hemoglobin. Dengan meningkatnya suhu maka jumlah eritrosit semakin meningkat. Pada suhu tinggi jumlah eritrosit pada ikan karena untuk mengurangi keadaan stress maka ikan akan menyesuaikan kondisi fisiologisnyadengan meningkatkan jumlah eritrosit dalam sirkulasi.
            Hasil analisis varian menunjukkan bahwa pwningkatan suhu air berpengaruh sangat nyata terhadap hematokritikan nila. Uji Tukey terhadap rata-rata nilai hematokrit antara kelompok suhu 29 dengan suhu 32 dan suhu 35. Kelompok suhu 32 dan suhu 35 berbeda sangat nyata.
            Rata-rata nilai hematokrit pada suhu 32 dan suhu 35 lebih tinggi dari suhu 29 dan rata-rata nilai hematokrit pada suhu 35 lebih tinggi dari suhu 32, semakin tinggi suhu dalam akuarium semakin meningkat rata-rata nilai hematokrit. Hasil penelitian Bozorgnia et al. (2011) dengan meningkatnya suhu maka jumlah eritrosit meningkat. Hematokrit atau packed cell volume (PCV) adalah volume eritrosit dalam 100 ml darah atau perbandingan antara eritrosit dengan plasma darah yang dinyatakan dalam persen (Benjamin, 1978). Hematokrit berbanding lurus dengan eritrosit.
            Nilai normal hematokrit ikan nila berkisar 27-37% (Hrubec dan Smith, 2011). Menurut Salasia, dkk. (2011) nilai hematokrit ikan nila berkisar 28,00-35,13%. Dalam penelitian ini pada suhu 35 rata-rata nilai hematokrit 40,25% melebihi dari nilai yang dinyatakan oleh Hubrec dan Smith (2011).

Kesimpulan
1.      Jumlah kepadatan bakteri yang di injeksikan terhadap ikan nila mempengaruhi profil darah ikan nila berupa variabel lainnya (eritrosit, leukosit, trombosit, hemoglobin, glukosa, hematokrit, dan kelulushidupan).
2.      Hasil rata-rata nilai hematokrit ikan lele dumbo yang diberi pemuasaan berkisar 19-23% dan jumlah eritrosit berkisar antara 1,88–2,64 , sedangkan lele sehat mempunyai nilai hematokrit sebesar 30,8% - 45,5% dan jumlah eritrosit sebesar 3,18. Hal ini dapat disimpulkan bahwa nilai hematokrit yang lebih kecil dari 22% menujukan bahwa ikan mengalami anemia dan kemungkinan terinfeksi penyakit
3.      Profil darah Ikan gurami yang meliputi eritrosit (2,47x106sel/mm3±0,12), leukosit (81,52x103 sel/mm3±12,07), hemoglobin (12,9 gr/dl±1,1), serta hematokrit (35,3% ±5,0) ikan gurami sehat lebih tinggi dari pada eritrosit (1,62x106 sel/mm3±0,16), leukosit (46,95x103 sel/mm3±2,71), hemoglobin (8,45gr/dl±1,5), hematokrit (21,1%±2,9) ikan gurami yang terserang penyakit bakteri. Nilai kisaran tersebut merupakan nilai kisaran normal, namun terdapat perbedaan nilai untuk kedua sampel (sehat dan sakit), rendahnya nilai untuk ikan yang sakit di duga karena terkena infeksi bakteri. Sedangkan untuk rerata nilai glukosa darah (161,5 mg/dl±22,6), SGOT (33,5± 17,9) dan SGPT (7,5±3,1) ikan gurami yang terserang bakteri lebih tinggi dari pada nilai glukosa darah (62,5 mg/dl±10,0), SGOT (30,5± 11,2) dan SGPT (6,75±6,2) ikan gurami yang sehat.
4.      Peningkatan suhu air 321 dan 351 dalam air dapat meningkatkan kadar hemoglobin dan nilai hematokrit ikan nila



Tidak ada komentar:

Posting Komentar