Pengaruh
Bakteri terhadap Profil Darah
Ikan
Nila (Oreochromis niloticus) dan Ikan
Gurame (Osprhronemus gouramy) serta
Pengaruh Pemberian Pakan terhadap Profil Darah Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus)
Effect
of the Bacteria on Osprhronemus gouramy and
Oreochromis niloticus Bloods Profile
and Effect of Feeding on Clarias
gariepinus
Bloods
Profile
Dede
Kiki Baehaqi *), Gita Dwi Ramadhina, Ine Sri Rahayu, M. Bagus Satria, M. Fauzan
Putra
Jurusan Perikanan dan Kelautan,
Universitas Jenderal Soedirman, srirahayuine@gmail.com
I.
Pendahuluan
1.1
Latar Belakang
Ikan nila, gurame dan lele merupakan jenis ikan air
tawar yang potensial untuk dibudidayakan secara intensif karena ikan tersebut
mudah dalam pembudidayaannya, memiliki nilai ekonomis yang tinggi serta mempunyai
kemampuan adaptasi yang baik di berbagai jenis perairan. Dalam usaha
pembudidayaan ikan air tawar, pakan merupakan faktor yang sangat penting dalam
upaya untuk meningkatkan produktivitas ikan. Namun ada teknik yang harus
diperhatikan dalam pemberian pakan yang efektif. Salah satunya dengan cara
pemuasaan pakan.
Budidaya sistem intensif akan meningkatkan
pendapatan pembudidaya, tetapi tanpa disadari bahwa hal tersebut
mempercepat
penyebaran penyakit. Penyakit yang timbul
dalam proses budidaya disebabkan karena interaksi antara ikan, lingkungan dan
parasit (bakteri) tidak berada dalam keseimbangan.
Salah satu indikator untuk mengetahui keadaan kesehatan ikan terinfeksi suatu
penyakit (terutama bakteri) atau tidak adalah melalui profil darah ikan
tersebut. Ikan yang terinfeksi tersebut akan mengalami perubahan pada
konsentrasi hemoglobin, jumlah leukosit, eritrosit dan komponen darah lainnya.
Profil darah ikan air tawar dapat dipengaruhi oleh
berbagai faktor, diantaranya pemberian pakan, suhu, dan infeksi bakteri.
Pemberian pakan yang cukup baik dapat membuat nilai hematokrit, haemoglobin,
dan eritrosit menjadi normal, apabila ikan terkena penyakit atau nafsu makannya
menurun maka nilai hematokrit darahnya tidak normal, jika nilai hematokrit
rendah maka jumlah eritrosit menjadi rendah. Selain itu suhu juga dapat
mempengaruhi profil darah ikan air tawar, efek kenaikan suhu air pada 34
selama 2 jam dapat menyebabkan stres pada
ikan. Stres akibat peningkatan suhu air berdampak terhadap performance dan
kesehatan ikan berupa gangguan fungsi sel-sel darah.

1.2 Tujuan
Karya ilmiah ini bertujuan untuk
mengetahui pengaruh dari aktivitas bakteri dan suhu terhadap profil darah ikan
nila dan gurame serta pengaruh pemberian pakan terhadap ikan lele dumbo.
I.
Hasil
dan Pembahasan
2.1. Ikan
Lele Dumbo
Hasil dari profil darah
ikan lele yang diberi perlakuan pemuasaan pakan menunjukkan hasil yang masih
dibawah kadar ikan lele sehat. Hal ini ditandai dari rendahnya nilai
hematokrit, haemoglobin dan eritrosit ikan lele yang diberi perlakuan
dibandingkan dengan ikan lele yang sehat. Hal ini menguatkan bahwa ikan lele
yang diberi perlakuan nafsu makannya menurun atau ikan menderita anemia.
Hasil
dari pengamatan leukosit ada yang berada dalam kisaran nilai normal dan ada
juga yang tidak dalam kisaran normal. Hal ini diduga karena ada beberapa faktor
seperti kondisi lingkungan, stress ataupun penyakit sehingga nilai leukosit
tidaklah normal. Berdasarkan data dari konsumsi pakan, ikan yang digunakan
merupakan ikan yang sehat. Namun, jika dilihat dari data hematologis pada ikan
yang diberi makan setiap hari, nilai leukositnya menunjukkan berada dibawah
kadar normal. Diduga ikan yang diberi makan setiap hari tersebut adalah ikan
yang sakit.
2.2. Ikan Gurame
Hasil
dari pengamatan menunjukkan bahwa rerata nilai eritrosit (2,47x106sel/mm3±0,12),
leukosit (81,52x103 sel/mm3±12,07), hemoglobin (12,9 gr/dl±1,1), hematokrit
(35,3% ±5,0) ikan gurami yang sehat lebih tinggi dari pada eritrosit (1,62x106
sel/mm3±0,16), leukosit(46,95x103sel/mm3±2,71), hemoglobin (8,45gr/dl±1,5),
hematokrit (21,1%±2,9) ikan gurami yang terserang penyakit bakteri. Untuk
rerata nilai glukosa darah (161,5 mg/dl±22,6), SGOT (33,5± 17,9) dan SGPT
(7,5±3,1) ikan gurami yang terserang bakteri lebih tinggi dari pada nilai
glukosa darah (62,5 mg/dl±10,0), SGOT (30,5± 11,2) dan SGPT (6,75±6,2) ikan
gurami yang sehat.
Berdasarkan
nilai rerata profil darah yang telah di ukur, ikan gurami yang sehat memiliki
nilai eritrosit, leukosit, hemoglobin dan hematokrit lebih tinggi dari pada
ikan gurami yang sakit. Sedangkan untuk glukosa, SGOT dan SGPT di dapatkan
hasil yang lebih tinggi untuk ikan yang terserang bakteri dari pada ikan yang
sakit.
Hasil
pengamatan eritrosit (sel darah merah) ikan gurami (O. gouramy) setelah
di ambil nilai rerata untuk ikan sehat sekitar 2,58x106 sel/mm3 dan untuk ikan
sakit sekitar 1,64x106 sel/mm3. Berdasarkan data yang di dapat, nilai tersebut
masih merupakan nilai kisaran normal untuk ikan. Namun terdapat perbedaan untuk
jumlah eritrosit ikan gurami sehat dan ikan gurami yang sakit. Hal ini di duga
adanya perbedaan daya tahan tubuh antara ikan yang sehat dan sakit ikan yang
sakit, sehingga jumlah eritrosit yang terdapat pada ikan yang sakit terutama
terserang bakteri lebih rendah dari pada ikan gurami yang sehat. Hal ini di
duga karena terjadinya lisis pada sel darah merah.
Berdasarkan
hasil penelitian, dapat di simpulkan bahwa jumlah leukosit ikan gurami pada
kondisi sehat dan sakit masih dalam kisaran normal (81,52x103 sel/mm3 -
46,95x103 sel/mm3. Namun jumlah leukosit pada ikan gurami sakit lebih rendah
dari pada jumlah leukosit ikan gurami sehat.
Hasil
pengamatan haemoglobin (Hb) pada ikan gurami sehat yang telah di hitung nilai
rataanya adalah sebesar 12,9 gr/dl sedangkan untuk ikan gurami yang terserang
penyakit bakteri adalah sekitar 8,45 gr/dl. Berdasarkan nilai yang di dapat,
nilai untuk kedua perlakuan (12,9 gr/dl dan 8,45 gr/dl) masih merupakan nilai
kisaran normal. Namun terdapat perbedaan nilai antara ikan gurami sehat dan
ikan gurami yang terserang bakteri, yaitu rendahnya nilai Hb pada ikan gurami
yang terkena bakteri. Menurunnya nilai hemoglobin dalam darah berkaitan dengan
rendahnya nilai eritrosit yang di duga karena ikan mengalami lisis di dalam
darah. Lisis di sebabkan oleh pecahnya sel darah merah karena adanya toksin
bakteri di dalam darah yang di sebut haemolisin. Toksin ini akan melisiskan
hemoglobin dan melepaskan hemoglobin. Kadar hemoglobin yang rendah dapat
menjadi salah satu indikasi pada ikan atas terjadinya infeksi dalam hal ini
adalah bakteri.
Hasil
pengukuran hematokrit ikan gurami sakit memiliki nilai yang rendah (dibawah
22%) hal ini di duga karena ikan berada dalam keadaan sakit. Hasil nilai rataan
untuk glukosa darah ikan gurami sehat sebesar 62,5 mg/dl dan untuk ikan gurami
yang sakit sebesar 161,5 mg/dl.
Hasil pengamatan untuk ikan gurami yang sakit
memperlihatkan nilai glukosa darah yang tinggi. Hal ini di duga karena infeksi
bakteri yang mengeluarkan toksin sehingga yang menyebabkan inang setress
sehingga menaikkan kadar glukosa darah dalam darah.
Hasil
pengukuran SGOT ikan gurami sehat adalah 30,5 dan ikan gurami yang terserang
bakteri adalah 33,5. Sedangkan jumlah SGPT ikan gurami yang sehat adalah 6,75
dan ikan gurami yang sakit adalah 4. Kisaran normal untuk SGOT adalah 6-30
sedangkan untuk SGPT 6-32.
Hasil
penelitian menunjukkan bahwa ikan gurami yang di duga terserang bakteri
memiliki nilai SGOT dan SGPT tidak pada nilai normal. Kadar ALT/SGPT seringkali
dibandingkan dengan AST/SGOT untuk tujuan diagnostik. SGOT/SGPT merupakan salah
satu parameter tentang kinerja hati pada ikan.
2.3. Ikan Nila
Pada eritrosit, hasil tertinggi terdapat pada perlakuan
C dengan nilai 1,78±0,07 x 106 sel/mm2 pada hari ke 7. Penurunan ini berkisar
antara 13 – 22%, dengan penurunan tertinggi pada perlakuan 109. Hasil di atas menunjukkan bahwa terjadi penurunan eritrosit masing- masing perlakuan
terlihat pada hari ke14. Hal ini menunjukkan bahwa adanya infeksi
oleh bakteri yang dapat mengakibatkan
anemia pada tubuh ikan. Eritrosit dapat menggambarkan kondisi tubuh ikan tersebut,
karena dapat menunjukkan pertahanan tubuh
ikan terhadap bakteri patogen
Untuk
leukosit, hasil yang didapatkan dari perhitungan leukosit menunjukkan
bahwa jumlah sel
leukosit terjadi penurunan
pada semua
perlakuan
pada hari ke 14. Hasil tertinggi terlihat pada perlakuan
C sebesar 120,57±4,82 x 103 sel/mm3. Rata-rata pada setiap perlakuan mengalami penurunan berkisar antara 0,04 – 18,41%, penurunan
tertinggi pada perlakuan 109. Hal ini terjadi karena terjadinya penurunan
daya tahan
tubuh
ikan
terhadap serangan
bakteri S.agalactiae.
Rata-rata leukosit
terlihat rendah, tetapi pada beberapa ulangan terlihat
meningkat
pada ikan yang diinfeksi menggunakan bakteri
dengan kepadatan
yang lebih tinggi. Hal ini dikarenakan ikan yang diinfeksi akan mempertahankan
tubuhnya dengan meningkatkan
antibodi yang dihasilkan oleh leukosit.
Hasil kadar hemoglobin menunjukkan nilai tertinggi sebesar 7,70±0,36 g/dL. Hasil kadar hemoglobin
yang didapatkan
terlihat adanya penurunan pada semua
perlakuan dengan kisaran penurunan berkisar antara 7,80 – 16,88%
dengan penurunan tertinggi terdapat pada perlakuan 109 dan terendah pada
perlakuan
107.
Kadar Hb berkaitan
dengan
keseimbangan osmolaritas plasma darah. Adanya S. agalactiae yang diduga mengandung toksin hemolisin mempengaruhi
kesetabilan Hb. Hemolisin ini menyebabkan osmolaritas plasma darah lebih rendah sehingga
menyebabkan eritrosit lisis, hal inilah yang
diduga sebagai faktor virulensi
pada S. agalactiae.
Hematokrit merupakan persentase
volume eritrosit dalam darah ikan. Hasil
pemeriksaan
terhadap hematokrit dapat dijadikan sebagai salah satu patokan untuk menentukan keadaan kesehatan
ikan, nilai
hematokrit kurang
dari 22% menunjukkan terjadinya
anemia. Perubahan kondisi
lingkungan atau pencemaran lingkungan
akan menyebabkan nilai hematokrit
mengalami penurunan akibat respon stress pada ikan (Nabib dan Pasaribu, 1989).
Hasil hematokrit yang didapatkan pada hari ke 7 dan 14 terlihat adanya penurunan. Penurunan
antara 11,27
–
17,71%, penurunan tertinggi terlihat pada perlakuan 109 dan terendah pada perlakuan 107. Hal ini
dipengaruhi oleh adanya infeksi bakteri S. agalactiae. Hal ini dipengaruhi
oleh
adanya infeksi bakteri S. agalactiae.
Hasil trombosit yang
didapatkan dari hasil penelitian menunjukkan
hasil bahwa
terjadi kenaikan
pada hari ke 14. Hasil yang didapatkan dari
penelitian menunjukkan
hasil bahwa terjadi kenaikan pada hari ke 14.
Trombosit perlakuan 109 mengalami kenaikan
tertinggi hingga lebih dari 100% dan terendah pada perlakuan 107 mengalami kenaikan sebesar 27,84%.
Menurut
Evans et al. (2004),
biasanya
stres pada ikan diakibatkan
perubahan lingkungan
akibat beberapa hal
atau perlakuan misalnya
akibat
pengangkutan
atau
transportasi, maka kadar glukosa darah akan meningkat,
sedangkan kelenjar thyroid distimulasi
dan
pengeluaran thyroxinnya
bertambah, dalam darah terjadi lymphocitemia dan neurophilia. Kemudian
sistem syaraf simpatik
bereaksi secara
berlebihan, yang menyebabkan kontraksi limpa, meningkatkan
pernafasan dan
kenaikan
tekanan darah. Peningkatan glukosa
terjadi karena adanya infeksi
bakteri/toksin pada bagian otak
(hipotalamus)
yang mengganggu
kerja
syaraf sympathetic
yang berhubungan
dengan ginjal depan (cromaffin cell) untuk
membentuk catecholamines. Catecholamins
ini
salah satunya menyebabkan glukosa
plasma meningkat.
Hasil perhitungan
kelulushidupan menunjukkan terendah pada perlakuan A
yaitu sebesar 80,95%
± 0,11
dan
presentase
yang sama pada perlakuan B dan C sebesar 89,78%
± 0,12. Hasil yang mempengaruhi kelulushidupan ikan tersebut adalah
salah satunya
tingkat
kekebalan
masing-masing ikan
yang
berbeda. Ikan yang memiliki
kekebalan
tubuh lebih baik akan dapat
bertahan hidup dari serangan infeksi bakteri,
sedangkan
ikan yang memiliki daya tahan tubuh yang rendah, maka ikan tersebut
akan
menjadi lemah dan kalah oleh infeksi bakteri
tersebut.
Faktor lain yang mempengaruhi
kelulushidupan
ikan tersebut yang lingkungan
tempat hidupnya.
Data pengamatan menunjukkan bahwa Perlakuan I nila kunti
diinjeksi S. agalactiae dengan kepadatan 105, perlakuan II
dengan kepadatan 107, perlakuan III dengan kepadatan 109).
Dan hasil penelitian menunjukkan bahwa nila kunti yang diinjeksi S.
agalactiae dengan kepadatan yang berbeda memberikan pengaruh nyata terhadap
konsentrasi hematokrit hari ke-14, dan berpengaruh tidak nyata terhadap variable
lainnya (eritrosit, leukosit, haemoglobin, trombosit dan glukosa darah) dan
kelulushidupan.
Pengamatan konsentrasi eritrosit tertinggi pada
perlakuan II sebesar 1,933±0,162 x106 sel/mm3, Eritrosit paling banyak pada
pengamatan hari ke-7 dan ke-14 ditemukan pada nila yang disuntik S.
agalactiae dengan kepadatan 107. Hasil yang didapatkan adalah
1,840±1,933x106 sel/mm3. Jumlah eritrosit ini masih termasuk dalam kisaran
normal. Pengamatan eritrosit hari ke-7, jumlahnya masih dalam kondisi normal. Pengamatan
eritrosit hari ke-14 didapatkan jumlah eritrosit terendah pada nila yang diinfeksi
dengan kepadatan 109 yaitu 1,36±0,061x106/mm3. Jumlah tersebut masih
dalam kisaran normal, sehingga dapat disimpulkan bahwa S. agalactiae tidak
memberikan pengaruh terhadap jumlah eritrosit pada nila.
Konsentrasi leukosit tertinggi terdapat pada
perlakuan II sebesar 122,267±3,265 x103 sel/mm3, Leukosit dapat
digunakan sebagai penanda adanya infeksi dalam tubuh. Tubuh akan memproduksi
lebih banyak leukosit ketika ada benda asing yang masuk kedalam tubuh. Pengamatan
jumlah leukosit pada nila yang diinfeksi S. agalactiae dengan kepadatan
105 mengalami kenaikan dari 110,933±4,452 x 103 sel/mm3
menjadi 116,467±11,028 x 103 sel/mm3. Kenaikan jumlah sel leukosit
diduga karena adanya kenaikan pertahanan seluler akibat infeksi bakteri. Pengamatan
leukosit pada nila yang diinjeksi bakteri S. agalactiae dengan kepadatan
107 menurun dari hari ke-7 sampai hari ke-14 dan 109 juga mengalami penurunan dari
pengamatan hari ke-7 sampai hari ke-14. Pengamatan leukosit nila kunti yang
diinjeksi dengan kepadatan bakteri 107 didapatkan hasil 122,267±3,265 pada hari
ke-7 menjadi
118,967±24,011
x103 sel/mm3 pada hari ke-14. Jumlah leukosit pada nila yang diinjeksi S.
agalactiae
dengan
kepadatan 109 adalah 114,2±5,180 x103 sel/mm3 dan turun menjadi
105,833±8,731
x103 sel/mm3. Hal tersebut diduga bahwa kekebalan tubuhnya digantikan oleh
antibodi. Bakteri S. agalactiae tidak memberikan pengaruh nyata terhadap
perkembangan jumlah leukosit terhadap ikan nila kunti. Peningkatan leukosit
dikarenakan ikan responsife terhadap ancaman bakteri sehingga ikan menjadi
sehat.
Konsentrasi haemoglobin tertinggi pada perlakuan II sebesar
9,333±0,404 gr/dL,
Hemoglobin
(Hb) darah berkaitan erat dengan eritrosit. Semakin sedikit kadar Hb maka ikan
tersebut diduga mengalami anemia. Pengamatan konsentrasi Hb pada nila kunti yang
diinjeksi dengan bakteri S. Agalactiae mengalami penurunan pada semua
perlakuan. Konsentrasi Hb nila kunti masih dalam kisaran normal. Penurunan Hb
ini diduga karena eritrosit juga mengalami penurunan. Semua pengukuran
didapatkan hasil jumlah hemoglobin masih dalam kisaran normal, sehingga ikan masih
dalam kondisi sehat karena suplai oksigen keseluruh tubuh berjalan dengan normal.
Konsentrasi
hematokrit tertinggi pada perlakuan II sebesar 30,933±1,168%, Hasil pengamatan
hematokrit hari ke-7 dan ke-14 menghasilkan bahwa nila yang diinfeksi dengan S.
agalactiae dengan konsentrasi 105, 107 dan 109
memiliki kadar hematokrit kurang dari nila yang normal. Nilai hematokrit yang
rendah diduga karena ikan mengalami anemia. Anemia disebabkan karena jumlah
eritrosit menurun. hematokrit pada ikan
nila berkisar antara 27,3–37,8%. Kadar hematokrit dapat digunakan untuk
mengetahui dampak injeksi S. agalactiae, sehingga dapat dijadikan
petunjuk kesehatan ikan pasca injeksi. penurunan
eritrosit ini karena ginjal sebagai organ yang memproduksi eritrosit mengalami
gangguan. Kerusakan ginjal diduga disebabkan oleh bakteri S. Agalactiae.
Konsentrasi
trombosit tertinggi terdapat pada perlakuan I sebesar 30,333±14,742x103/μL, Trombosit
berperan penting dalam proses pembekuan darah Pengamatan jumlah trombosit nila
yang diinfeksi S. Agalactiae memberikan hasil yang tidak berbeda nyata. Trombosit
paling rendah didapatkan pada nila yang diinfeksi dengan kepadatan bakteri 107
pada hari ke-7. Jumlahnya 14±2,646x103/μL dan jumlahnya meningkat saat dilakukan
pengamatan hari ke-14 yaitu 17,333±8,083x103/μL. Jumlah trombosit pada setiap perlakuan
meningkat saat diamati jumlahnya pada hari ke-14. Meningkatnya jumlah trombosit
ini menandakan bahwa ikan dalam proses penyembuhan luka.
Konsentrasi glukosa darah tertinggi terdapat pada
perlakuan I sebesar 73,933±47,446 mg/dL. Glukosa darah yang tinggi dapat diakibatkan
karena konsumsi pakan tinggi. Glukosa darah tertnggi terdapat pada nila kunti
yang diinjeksi dengan kepadatan S. agalactiae 105, dan
konsumsi pakan tertinggi juga terdapat pada nila kunti yang diinjeksi dengan
kepadatan S. agalactiae 105. Pengamatan penelitian hari ke-7
menunjukkan bahwa nila dengan kadar glukosa terendah ditemukan pada nila yang
diinfeksi dengan kepadatan bakteri 109. Konsumsi pakan terendah terdapat
pada nila yang diinjeksi dengan kepadatan S. agalactiae 109. Pengamatan
glukosa darah hari ke-14 menunjukkan bahwa nila yang diinfeksi dengan bakteri
107 memiliki kadar glukosa terendah.
Leukosit
tertinggi pada hari ke-7 adalah neutrofil pada kepadatan bakteri 109
sebesar 58,455%, sedangkan hari ke-14 jenis leukosit tertinggi adalah neutrofil
pada kepadatan 107 sebesar 81,769%. Pengamatan neutrofil mengalami peningkatan
jumlah pada ikan yang diinfeksi S. agalactiae dengan kepadatan 105
dan 107, sedangkan pada nila yang diinfeksi bakteri dengan kepadatan
109 mengalami penurunan jumlah. Neutrofil terbanyak pada pengamatan hari
ke-7 pasca penginfeksian terdapat pada nila yang diinjkesi S. agalactiae
dengan kepadatan 109. Pengamatan hari ke-14 nila yang diinjeksi 107
memiliki nilai neutrofil paling tinggi. Hal tersebut menandakan bahwa semakin
banyak yang melawan penyakit.
Kelulushidupan tertinggi terdapat pada perlakuan II
yaitu sebesar 94,443±9,624%.
Kelulushidupan
tertinggi hari ke-14 didapatkan pada nila yang diinfeksi dengan kepadatan 107
yaitu mencapai 94,443%. Kelulushidupan pada semua perlakuan hingga hari ke-14
masih tinggi yaitu diatas 80%, hal ini karena pengamatan pada profil darah
masih dalam kisaran normal. Eritrosit yang mengandung haemoglobin masih dalam keadaan
normal sehingga oksigen dapat dialirkan kesemua tubuh dengan normal. Leukosit
meningkat karena resposif terhadap ancaman S. agalactiae sehingga ikan
dalam kondisi sehat. Trombosit mengalami
peningkatan
sehingga cairan tubuh yang keluar dapat diminimalisir, dan ikan menjadi sehat.
Peningkatan suhu air tidak
berpengaruh terhadap kadar hemoglobin ikan nila. Walaupun secara statistik suhu
tida berpengaruh, namun rata-rata kadar hemoglobin pada air dengan suhu
dan air dengan suhu 35
lebih tinggi dari air dengan suhu 29



Dan
rata-rata kadar kadar hemoglobin pada air dengan suhu 35
lebih tinggi dari air
dengan suhu
. Semakin tinggi suhu
dalam air semakin meningkat rat-rata kadar hemoglobin. Dengan meningkatnya suhu
maka jumlah eritrosit semakin meningkat. Pada suhu tinggi jumlah eritrosit pada
ikan karena untuk mengurangi keadaan stress maka ikan akan menyesuaikan kondisi
fisiologisnyadengan meningkatkan jumlah eritrosit dalam sirkulasi.


Hasil analisis varian menunjukkan
bahwa pwningkatan suhu air berpengaruh sangat nyata terhadap hematokritikan
nila. Uji Tukey terhadap rata-rata nilai hematokrit antara kelompok suhu 29
dengan suhu 32
dan suhu 35
. Kelompok suhu 32
dan suhu 35
berbeda sangat nyata.





Rata-rata nilai hematokrit pada suhu
32
dan suhu 35
lebih tinggi dari suhu 29
dan rata-rata nilai hematokrit pada suhu 35
lebih tinggi dari suhu 32
, semakin tinggi suhu
dalam akuarium semakin meningkat rata-rata nilai hematokrit. Hasil penelitian
Bozorgnia et al. (2011) dengan
meningkatnya suhu maka jumlah eritrosit meningkat. Hematokrit atau packed cell volume (PCV) adalah volume
eritrosit dalam 100 ml darah atau perbandingan antara eritrosit dengan plasma darah
yang dinyatakan dalam persen (Benjamin, 1978). Hematokrit berbanding lurus
dengan eritrosit.





Nilai normal hematokrit ikan nila
berkisar 27-37% (Hrubec dan Smith, 2011). Menurut Salasia, dkk. (2011) nilai
hematokrit ikan nila berkisar 28,00-35,13%. Dalam penelitian ini pada suhu 35
rata-rata nilai hematokrit 40,25% melebihi
dari nilai yang dinyatakan oleh Hubrec dan Smith (2011).

Kesimpulan
1. Jumlah
kepadatan bakteri yang di injeksikan terhadap ikan nila mempengaruhi profil
darah ikan nila berupa variabel lainnya (eritrosit, leukosit, trombosit,
hemoglobin, glukosa, hematokrit, dan kelulushidupan).
2. Hasil
rata-rata nilai hematokrit ikan lele dumbo yang diberi pemuasaan berkisar
19-23% dan jumlah eritrosit berkisar antara 1,88–2,64
, sedangkan lele sehat
mempunyai nilai hematokrit sebesar 30,8% - 45,5% dan jumlah eritrosit sebesar
3,18
. Hal ini dapat
disimpulkan bahwa nilai hematokrit yang lebih kecil dari 22% menujukan bahwa
ikan mengalami anemia dan kemungkinan terinfeksi penyakit


3. Profil
darah Ikan gurami yang meliputi eritrosit (2,47x106sel/mm3±0,12),
leukosit (81,52x103 sel/mm3±12,07), hemoglobin (12,9 gr/dl±1,1), serta hematokrit (35,3%
±5,0) ikan gurami sehat lebih tinggi dari pada eritrosit (1,62x106 sel/mm3±0,16),
leukosit (46,95x103 sel/mm3±2,71), hemoglobin (8,45gr/dl±1,5), hematokrit (21,1%±2,9) ikan
gurami yang terserang penyakit bakteri. Nilai kisaran tersebut merupakan nilai
kisaran normal, namun terdapat perbedaan nilai untuk kedua sampel (sehat dan
sakit), rendahnya nilai untuk ikan yang sakit di duga karena terkena infeksi
bakteri. Sedangkan untuk rerata nilai glukosa darah (161,5 mg/dl±22,6), SGOT
(33,5± 17,9) dan SGPT (7,5±3,1) ikan gurami yang terserang bakteri lebih tinggi
dari pada nilai glukosa darah (62,5 mg/dl±10,0), SGOT (30,5± 11,2) dan SGPT
(6,75±6,2) ikan gurami yang sehat.
4. Peningkatan
suhu air 32
1
dan 35
1
dalam air dapat meningkatkan kadar hemoglobin
dan nilai hematokrit ikan nila




Tidak ada komentar:
Posting Komentar